Gengsi

nada
3 min readJan 26, 2024

--

Setelah menghabiskan waktu seharian, Kalio dan Lica memutuskan untuk segera pulang. Perjalanan pulang keduanya memakan waktu selama 20 menit. Kalio memberhentikan motornya tepat di depan rumah keduanya yang hanya bersebrangan dipisahkan oleh jalan aspal.

Lica turun dari motor Kalio dan melepaskan helm yang dipakainya. Netranya melirik ke arah belanjaan yang Kalio beli hari ini. Terhitung ada empat paper bag yang menggantung di sana. Ini adalah kali pertama Lica melihat Kalio bisa seboros itu menghabiskan uang hanya untuk membeli jersey, mengganti snar gitar, dan membeli kaset PS.

“Ini judulnya gue nemenin lo foya foya, ya?” Lica menggeleng-gelengkan kepalanya, “Makasih traktirannya.. hehe…”

“Gue ngga niat traktir lo, tapi lo yang rampok gue!” sanggah Kalio dengan kesal.

Mendengar decakan itu Lica hanya bisa cengengesan. Kalio menstandar motornya lalu turun dari sana, pergerakan itu tentu membuat kening Lica mengkerut, “Ngapain? Mau ikut masuk? Rumah lo di sana bjir,” ucapnya lantaran rumah Kalio ada di sebrang tetapi lelaki itu malah memarkirkan motor di depan rumahnya.

Selang beberapa detik punggung Kalio sedikit membungkuk untuk mengambil salah satu paper bag miliknya. Setelah itu ia kembali menegakkan tubuh hingga keduanya sudah kembali berhadapan. Perlahan lengan Kalio pun turut bergerak memberikan paper bag itu kepada Lica. Namun, Lica tak langsung menerimanya karena masih belum paham apa maksud Kalio. Kepalanya memiring ke kanan, tatapannya semakin menggambarkan bahwa ia kebingungan.

“Pegang dulu bisa gak? tangan gue pegel.” Kata Kalio.

Meski masih dengan kebingungan yang melanda, Lica akhirnya menerima paper bag yang Kalio berikan. “Buat gue?” tanyanya seraya tersenyum kesenangan. “Apaan nih?! kok tumben baik?????”

Kalio melirik paper bag yang sekarang berada digenggaman Lica, “Buka aja,” titahnya.

Lica menurut untuk membuka isi dalam paper bag tersebut. Setelah melihat isi di dalamnya, ia terkejut. Telapak tangannya refleks menutup mulut menahan pekikan. Kepalanya sedikit mendongak untuk melirik Kalio dan memastikan apa yang baru saja dilihatnya. Yang dilirik hanya bisa mengulumkan bibir kemudian mengalihkan pandangan menatap arah lain.

JERSEY PINK!!!” Teriaknya kegirangan, “INI LO BELIIN GUE????” tanyanya masih dengan perasaan senang yang membuncah.

Kalio menutup telinga akibat pekikan Lica yang melengking, “Gak usah rame kaya monyet.”

Decakan keluar dari bibir Lica, “Iya maaf, tapi ini serius?”

“Menurut lo aja, Ca.”

“Jadi lo beliin gue??? Ihhh baiknya…” Lica tidak henti cengengesan. Kalau boleh jujur ia senang sekali, “Kok bisa lo se-act of service ini?”

“Gue ngga niat beliin lo, jadi ngga usah kepedean!” tekannya pada kalimat barusan, “Gue memang beli itu untuk diri sendiri karena tadi kebetulan diskon. Tapi setelah dipikir-pikir gue ngga suka sama warnanya. Kaya anak alay.”

“Karena gue tau lo alay, jadi buat lo aja.” jelasnya lagi.

Sebelumnya Kalio tidak benar-benar pergi ke toilet, tetapi ia kembali ke store untuk membeli jersey yang sempat Lica inginkan. Itu alasan mengapa ia lama meninggalkan Lica. Dan perihal diskon, Kalio hanya mengarang. Ia terlalu gengsi mengakui bahwa dirinya dengan sengaja membelikan itu.

Sebagai teman, Kalio tentu saja kasihan melihat Lica yang sangat menginginkan jersey warna favoritnya. CATAT YA KALIO HANYA KASIHAN!

“Gak peduli alasan lo apa, yang penting ini buat gue. Makasih Liooooo!!!” Lica memeluk Kalio karena terlarut bahagia, “Lo tau aja gue anak alay. GUE BANGGA JADI ANAK ALAY!”

“Lo sebahagia itu, Ca?”

“Ya iyalah! semua yang warna pink selalu buat gue bahagia!”

“Engga, maksud gue lo sebahagia itu jadi anak alay?” sanggah Kalio. Lelaki itu juga turut menepuk-nepuk pundak Lica, “Sehat-sehat ya, Ca. Gue takut lo udah ngga waras aja.” sambungnya kemudian segera meninggalkan Lica tak lupa membawa motornya.

“SIALAN KALIOOO GUE WARAS YA GILAA”

bubbleskiesy, Nada.

--

--

No responses yet